Senin, 15 April 2013

Shalat

Shalat merupakan sarana terbesar dalam tazkiyatun-nafs, dan pada waktu yang sama menjadi bukti dan ukuran dalam tazkiyah. ia mempertajam makna-makna 'ubudiyah (kehambaan kepada Allah), tauhid, dzikir dan syukur. Penegakannya secara sempurna dapat memusnahkan bibit-bibit kesombongan, pembangkangan kepada Allah, dan sifat 'ujub (berbangga diri) serta ghurur (terperdaya, merasa dirinya berilmu, padahal bodoh, dsb).



٤٥. اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ  

“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al-Ankabut (29): 45)
  
Dalam sebuah hadits shahih, terdapat sebuah perumpamaan yang menggambarkan ayat tersebut:

“Perumpamaan shalat lima waktu adalah bagaikan sungai yang mengalirkan air dengan deras pada pintu salah seorang di antara kalian. Dan di sungai itu ia mandi setiap hari lima kali.” (HR. Muslim)

Shalat akan berfungsi demikian, apabila ditegakkan semua rukun, sunnah, dan adab dzahir dan batinnya. Salah satu bentuk adab dzahir adalah ditunaikan secara sempurna dengan seluruh anggota badan. Sedangkan salah satu bentuk adab batin adalah khusyu' dalam menjalankannya. Khusyu' iniliah yang menjadikan shalat memiliki peran yang besar dalam tathhir (penyucian), tahaqquq (perealisasian nilai-nilai mulia), dan takhalluq (perealisasian potensi sebagai seorang muslim)

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. " (Al-Mu'minun 1-6)

Sesungguhnya khusyu' merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya hati. Ketika khusyu', maka ia akan mampu menghadirkan hatinya. Jika khusyu' telah sirna, maka berarti hati telah rusak. Hati yang rusak karena didominasi oleh berbagai penyakit berbahaya dan buruk seperti cinta dunia dan persaingan untuk mendapatkannya.

Hilangnya khusyu' merupakan tanda hilangnya kehidupan dan dinamika hati sehingga membuatnya tidak bisa menerima nasehat dan didominasi oleh hawa nafsu.

Syarat Khusyu' dan Kehadiran Hati dalam Shalat

Dalam surat Thaha ayat 14, Allah berfirman :

"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku"

Dalam ayat tersebut, jelas bahwa Allah memerintahkan kita untuk shalat agar dapat mengingat-Nya. Namun, apa yang terjadi ketika lalai dalam shalat, yang kita pikirkan adalah segala urusan dunia. Apakah shalat kita dapat menjadi sarana untuk mengingat-Nya?

"Sesungguhnya seorang hamba menunaikan shalat tetapi tidak ditulis untuknya seperenam, dan tidak pula sepersepuluhnya"
(H.R. Abu Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Hibban)

"Betapa banyak orang yang menegakkan shalat hanya memperoleh letih dan payah"
(H.R. Nasa'i)


Rasulullah menengaskan tentang perlunya khusyu' dalam shalat melalui hadits tersebut. Mungkin, banyak diantara kita yang melakukan shalat, hanya untuk menunaikan kewajiban kita sebagai seorang muslim, yaitu shalat 5 waktu. Namun, yang sering kali kita perhatikan dalam shalat kita adalah hal-hal yang bersifat lahiriyah saja, seperti gerakan dan bacaan sholat. Bahkan mungkin, banyak diantara kita yang hanya memperhatikan gerakan sholat saja, tanpa memperhatikan bacaan sholatnya. Yang akan didapatkan hanyalah letih dan payah.

Sadarkah kita bahwa Allah sekalipun tidak membutuhkan hamba-Nya. Allah tidak membutuhkan ibadah-ibadah yang dilakukan hamba-Nya, sesempurna apapun itu. Manfaat dari ibadah-ibadah yang dilakukan, akan kembali kepada yang melakukannya. Kita ibadah kita lakukan secara sempurna, in syaa Allah, Allah akan meridhoi dan memberikan pahala, dan hati kita akan menjadi bersih dan tenang.


“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (saja). Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” 
(QS. Adz Dzariat: 56-58)

“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal samapi yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” 
(HR. Muslim, no.2577)

“Jika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri” 
(QS. Al Isra: 7)


“Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri” 
(QS. Luqman: 7)

Makna-makan Batin yang dengannya Tercapai "Kehidupan" Shalat
  1. Kehadiran Hati

    Kehadiran hati adalah mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak boleh mencampuri dan mengajaknya berbicara, sehingga pengetahuan tentang perbuatan yang dilakukannya, senantiasa menyertainya dan tidak berkeliaran kepada selainnya. Ketika pikiran dan hati tidak terpalingkan dari apa yang sedang dilakukannya, maka ia telah mampu menghadirkan hati.

    Faktor penyebab kehadiran hati adalah perhatian utama (himmah). Karena sesungguhnya hatimu akan mengikuti perhatian utamamu, sehingga ia tidak akan hadir kecuali berkaitan dengan hal-hal yang perhatian utama. Bila ada sesuatu yang menjadi perhatian utama, maka hati pasti akan hadir sesuai pada yang menjadi perhatian utama. Jika hati tidak hadir ketika shalat, ia tidak akan pasif begitu saja, ia akan berkeliaran mengikuti urusan dunia yang menjadi perhatian utama. Oleh karenanya, usaha untuk dapat menghadirkan hati ketika shalat adalah memfokuskan perhatian utama pada shalat.

    Bila hal ini didukung dengan pengetahuan tentang penting shalat, betapa berharganya urusan akhirat jika dibandingkan dengan urusan dunia, dan betapa agungnya Allah yang sedang kita hadapi ketika shalat maka in syaa Allah, kita akan dapat menghadirkan hati ketika shalat. Kehadiran hati kita ketika shalat menjadi cermin tentang keimanan kepada Allah. Ketika hati kita tidak hadir ketika shalat, maka keimanan kita terhadap agungnya Allah dan akhirat begitu lemah.
  2. Tafahhum (kepahaman)

    Tafahhum disini adalah peliputan hati terhadap pengetahuan tentang makna lafazh yang ia baca ketika shalat. Dari sisnilah kemudian shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.

    Faktor penyebab timbulnya tafahhum (kefahaman) dalah senantiasa berfikir dan mengarahkan pikiran untuk mengetahui makna. Usaha untuk menimbulkan tafahhum tersebut terletak pada usaha dalam menghadirkan hati dan konsentrasi berfikir dan kesiagaan untuk menolak berbagai lintasan pikiran (yang liar). Kemudian, usaha untuk menolak berbagai lintasa pikiran tersebut adalah dengan memotong berbagai hal yang menjadi penyebab pikiran tertarik padanya. Siapa yang mencintai/tertarik akan sesuatu, pasti akan banyak mengingatnya. Oleh karenanya, jika terdapat orang yang mencintai selain Allah, pasti shalatnya tidak akan terhindar dari berbagai lintasan pikiran.
  3. Ta'zhim (rasa hormat)
  4. Haibah (rasa takut yang bersumber dari rasa hormat)
  5. Raja' (harap)
  6. Haya' (rasa malu)



Jumat, 12 April 2013

Tazkityatun Nafs (Penyucian Jiwa)

Para Rasul diutus oleh Allah ke muka bumi adalah untuk mengingatkan kepada umatnya akan ayat-ayat Allah (tadzkir), mengajarkan hidayah-Nya (ta'lim), dan menyucikan jiwa dengan ajaran-Nya (tazkiyah).

Seperti yang terkandung dalam surat Al-Baqarah ayat 151 :


"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni'mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."

Dari ayat tersebut, sudah jelas bahwa salah satu tugas dari Rasul adalah menyucikan jiwa (tazkyatun nafs). Dari ayat tersebut pula, bisa diambil kesimpulan tentang pentingnya tazkiyatun nafs dalam tujuan pengutusan Rasul di muka bumi.

Alasan lain tentang pentingnya tazkiyatun nafs adalah sesuai pada surat As_Syams ayat 1-10 yaitu :

“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

Pada ayat-ayat di atas, Allah bersumpah dengan  11 ciptaannya. Di dalam Al-Qur'an, tidak ada pernah Allah bersumpah lebih dari itu. Allah bersumpah bahwa sungguh beruntung, orang-orang yang menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs) dan merugi orang-orang yang mengotori hati. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) merupakan hal yang sangat penting.

Tazkiyah, secara etimologis memiliki 2 makna yaitu : Penyucian dan pertumbuhan. Secara istilah, zakatunn-nafs memiliki 3 buah arti yaitu :
  1. Merealisasikan penyucian jiwa dari segala penyakit dan cacat (tathahhur)
  2. Merealisaskian kesadaran, kapasitas dan kedudukan (maqam) dirinya sebagai seorang mukmin (tahaqquq)
  3. Menjadikan asma' dan shifat2 mulia Allah sebagai akhlaqnya (takhalluq)
Tazkiyah hati dan jiwa, hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah dan amal perbuatan tertentu, apabila dilaksanakan secara sempurna dan memadai.Pada saat itu, terealisasi dalam hati sejumlah makna yang menjadikan jiwa tersucikan dan memiliki sejumlah dampak dan hasil pada seluruh anggota badan seperti lisan, mata, telinga, dan lainnya. Hasil yang paling nyata dari jiwa yang tersucikan ialah adab dan mu'amalah yang baik kepada Allah dan juga sesama.